T
|
ahun 1998 menjadi satu catatan tersendiri dalam sejarah
perubahan di Indonesia. Dilatarbelakangi krisis ekonomi yang berkepanjangan dan
berlanjut menjadi krisis multi-dimensi, sebuah usaha perubahan sosial yang
dimotori oleh gerakan mahasiswa yang didukung oleh kesadaran bersama dari para
mahasiswaa. Momen ini kemudian berkembang menjadi suatu gerakan bersama yang
menuntut perubahan dibeberapa bidang, khususnya sistem pemerintahan Pertanyaan
berikutnya, bagaimana mahasiswa dapat melakukan sebuah gerakan reformasi dalam
usaha perubahan sosial? Apakah dengan serta-merta gerakan mahasiswa terbangun?
Lanjut...
Untuk menjawab
pertanyaan sebelumnya, kami akan melihat perilaku kolektif mahasiswa pada masa
pra hingga bergulirnya reformasi pada tahun 1998. Dalam sosiologi, perilaku
kolektif adalah tindakan-tindakan yang tidak terstruktur dan spontan dimana
perilaku konvensional (lama) sudah tidak dirasakan tepat atau efektif. Lebih
jauh lagi, perilaku kolektif merupakan perilaku yang (1) dilakukan oleh
sejumlah orang (2) tidak bersifat rutin dan (3) merupakan tanggapan terhadap
rangsangan tertentu
Sejak tahun pasca tahun
1966- dimana gerakan mahasiswa berhasil menjatuhkan rejim Orde Lama-, dapat
dikatakan mengalami masa stagnansi dari gerakan mahasiswa. Mahasiswa dipandang
telah kehilangan kepekaaan sosial yang terjadi pada saat itu. Kondisi ini tidak
lepas dari kebijakan pemerintah yang begitu represif sehingga kondisi
perpolitikan nasional menjadi alat yang efektif untuk mematikan aspirasi dan
gerakan mahasiswa. Pengekangan tersebut telah membuat
mahasiswa-kebanyakan-menjadi kehilangan daya kritisnya terhadap kondisi sosial
yang berkembang. Menyadari bahwa perguruan tinggi dan lembaga pemerintah tidak
dapat diharapkan, sebagian mahasiswa coba menciptakan ruang-ruang berkembangnya
sendiri. Mereka kemudian memilih untuk melakukan aktifitas mereka diluar
kampus. Selain membentuk kelompok-kelompok diskusi, mahasiswa juga membentuk
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menangani berbagai isu-isu sosial. Aksi
protes mahasiswa masih berlanjut akan tetapi masih sangat sporadis dan
dampaknya belum meluas, baik itu dikalangan mahasiswa maupun masyarakat umumnya
dan semakin lemah sampai akhirnya menghilang akhir 1970-an.
Gairah pergerakan di
kelompok mahasiwa kemudian mulai kembali pada tahun 90-an saat akumulasi
berbagai permasalahan sosial makin tajam. Mereka lebih cenderung mengangkat
masalah-masalah yang aktual pada saat itu, misalnya masalah kelaparan atau
bencana di satu daerah dan permasalahan keseharian yang dihadapi oleh
masyarakat. Akan tetapi, pola yang digunakan tidak berubah; masih sporadis dan
dilakukan dalam kampus. Pada awalnya tidak semuanya mahasiswa tersebut tergerak
untuk menanggapi masalah sosial yang muncul. Dalam melihat fenomena ini,
Ricardi melakukan pembagian lima kelompok mahasiwa dalam merespon kondisi
sosial, ekonomi, politik dan budaya yang ada di masyarakat. Pertama adalah
kelompok idealis konfrontatif, dimana mahasiwa tersebut aktif dalam
perjuangannya menentang pemerintah melalui aksi demonstrasi. Kedua, kelompok
idealis realistis adalah mahasiwa yang memilih koperatif dalam perjuangannya
menentang pemerintah. Ketiga, kelompok opportunis adalah mahasiswa yang
cenderung mendukung pemerintah yang berkuasa. Keempat adalah kelompok
profesional, yang lebih berorientasi pada belajar atau kuliah. Terakhir adalah
kelompok rekreatif yang berorientasi pada gaya hdup yang glamour.
Lalu bagaimana
kelompok-kelompok mahasiswa tersebut dapat bergerak dalam menggulirkan sebuah
perubahan sosial di Indonesia? Menurut Ricardi, pada masa itu muncul conscience
collective, kesadaran bersama dimana mahasiswa merupakan satu kelompok yang
harus bersatu padu. Dalam kondisi perilaku kolektif, terdapat kesadaran
kolektif dimana sentimen dan ide-ide yang tadinya dimiliki oleh sekelompok
mahasiswa yang menyebar dengan begitu cepat sehingga menjadi milik mahasiswa
maupun masyarakat pada umumnya. Kekecewaan dan ketidakpuasan mahasiswa terhadap
pemerintah disambut oleh masyarakat yang menjadi korban dari sistem yang ada.
Aksi dari mahasiswa kemudian direspon oleh masyarakat melalui secara sukarela
memberikan bantuan kepada para mahasiswa yang sedang mengadakan demonstrasi.
Neil Smelser memberikan
pendekatan yang lebih komprehensif dalam munculnya perilaku kolektif.
Menurutnya, ada enam syarat pra-kondisi yang harus terjadi; struktural (structural
conducivenes), ketegangan struktural (structural strain), kemunculan
dan penyebaran pandangan, faktor pemercepat (precipitating factors),
Mobilisasi tindakan (mobilization for action), dan pelaksanaan kontrol
sosial (operation of social control). Dalam konteks gerakan mahasiswa di
Indonesia, keenam syarat itu terpenuhi; pertama kondisi sosial masyarakat saat
itu yang mendukung aksi-aksi mahasiswa, kedua adanya kesamaan rasa tertindas
oleh pemerintah, ketiga penyebaran serta gagasan dengan landasan kebenaran, hak
asasi manusia dan rakyat sebagai dasar perjuangan , keempat adanya faktor
pemicu dengan gugurnya mahasiswa Universitas Trisakti yang kemudian berlanjut
pada peristiwa lainnya , kelima adanya usaha mobilisasi aksi dengan berbagai
elemen masyarakat dan terakhir adalah adanya tekanan dari negara atau bentuk
kontrol sosial lainnya yang berusaha menggagalkan/menggangu proses perubahan.
G
|
erakan mahasiswa pada tahun 1998-tepatnya bulan
Mei-cenderung pada perilaku kerumunan aksi dimana aksi demonstrasi mereka
lakukan secara terus menerus dengan mengandalkan mobilisasi massa demi tujuan
bersama. Menurut Blumer, perilaku kerumunan yang bertindak dimana mereka
mempunyai perhatian dan kegiatan yang ditujukan pada beberapa target atau
objektif. Tuntutan gerakan mahasiswa sendiri pada pasca kejatuhan rejim Orde
Baru cenderung pada perubahan sistem politik dan struktur pemerintahan. Melihat
pemaparan diatas serta landasan teori yang kami gunakan diatas, jelas bahwa
gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah satu proses reformasi dalam perubahan
sosial. Reformasi sendiri menurut Kornblum, gerakan yang hanya bertujuan untuk
mengubah sebagian institusi dan nilai. Lebih jauh lagi, gerakan ini merupakan
upaya untuk memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya.
Gerakan semacam ini biasanya muncul di negara-negara yang demokratis. Pada bab
berikutnya, saya akan mengemukakan pengaruh dan pandangan dari luar negeri
terhadap perubahan sosial di Indonesia
Pergantian
kepemimpinan nasional di Indonesia pada tahun 1998 terjadi melalui gebrakan
dahsyat yang di kenal dengan gerakan reformasi. Gebrakan ini merupakan ledakan
kekuatan mahasiswa dan rakyat, sejarah mencatat bahwa Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) republik Indonesia, telah mengambil keputusan atas nama rakyat.
Indonesia merupakan salah satu negara yang berada di kawasan asia yang
mengalami tiga era besar, yaitu ;
1. Era revolusi kemerdekaan,
2. Era pembangunan nasional, dan
3. Era reformasi, yang sedang diukir oleh
generasi ketiga sekarang
Era
revolusi kemerdekaan, memberikan hasil perjuangan berupa tegaknya negara dan
bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, sebagai modal utama
mengadakan nation and character building. Era pembangunan nasional, disamping
mencatat prestasi yang meritorius, juga harus memikul segala noda dan dosa
sejarah dalam proses pembangunan. Gerkan yang mencoba menemukan platfrom yang
pas, gerak dan gulirnya banyak diwarnai oleh kemaruk (euphoria) orang yang
memanfaatkan kebebasan dan manifestasinya merupakan hasil dari era reformasi.
Posisi mahasiswa merupakan sebagai kekuatan yang dianggap mampu untuk
menyampaikan keinginan rakyat terhadap pejabat-pejabat pemerintah, aksi-aksi
turun kejalan merupakan perjuangan yang takan terhenti oleh barisan kendaraan
lapis baja untuk satu tujuan reformasi. Aksi-aksi gerakan mahasiswa dan rakyat
Indonesia meletus dan menimbulkan guncangan seperti terjadi gempa dahsyat. Saya
melihat bahwa yang menjadi sasaran pokoknya adalah, keinginan utnuk merombak
dan tekad untuk menata kembali kekuasaan orde masa lalu (agient regime), yang
bertumpu pada suatu tatanan, suatu orde, suatu sistem, yang mempunyai :
1. Power Basis, yang terutama didukung
oleh Angkatan Bersenjata (ABRI) atau TNI dan kaum birokrat;
2. Power Structure, yang terkristalissasi
pada golkar, yang boleh dikatakan sebagai single-track railroad pembangunan
nasional, dengan backbone berupa kekuatan ABRI dan birokrasi itu tadi, dan
didudukanya Presiden pada apex kekuasaan;
3. Power Play, dengan perangai kekuasaan
yang kemudian berkembang menjadi otokratis, yang mudah tergelincir menjadi
represif dan pada gilirannya menyuburkan KKN (korupsi, kulusi dan nepotisme).
Gerakan mahasiswa 1998
menuntut reformasi dan
dihapuskannya "KKN" (korupsi, kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh ribuan mahasiswa,
akhirnya memaksa Presiden Soeharto
melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif yang menewaskan aktivis
mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan ini di antaranya: Peristiwa
Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I dan II , Tragedi Lampung.
Gerakan ini terus berlanjut hingga pemilu 1999. Gerakan mahasiswa di Indonesia adalah kegiatan
kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan
untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para
aktivis yang terlibat di dalamnya. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia,
gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti
yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa.
Kelahiran
gerakan mahasiswa 1998 merupakan kepanjangan dari momentum situasi politik yang
bergolak sejak dari tahun 1990, kemudian berseklarasi hingga puncaknya tahun
1998. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia merupakan salah satu pemicu
terjadinya gerakan mahasiswa reformasi, krisis ini berawal dari tahun 1997
dimana nilai rupiah terhadap dolar AS melemah sehingga memicu krisis ekonomi
yang bersekala nasional. Pada pertengahan 1997, situasi ekonomi Indonesia mulai
goyah tertimpa badai krisis moneter yang menghebat. Indonesia diserang krisis
keuangan dan ekonomi Asia, disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir,
harga gas, minyak, dan komoditas ekspor lainnya semakin jatuh[4]. Sebelum
terjadinya krisis multidimensional yang memuncak sejak pertengahan tahun 1997,
keadaan perekonomian Indonesia relatif cukup baik. Nilai tukar rupiah terhadap
dolar AS yang semula Rp. 2.400,- menjadi sekitar Rp. 15.000,-. Perubahan
kondisi makroekonomi akibat krisis ini sangat drastis terlihat pada
ketersediaan cdangan devisa yang terus merosot dari 20,3 miliar dolar AS pada
Juni 1997 menjadi sekitar 14 miliyar dolar AS pada pertengahan 1998. Selain
terjadi krisis ekonomi pemerintah juga direpotkan dan di kejutkan dengan wabah
demam berdarah yang menyebar, dan dikabarkan 12 provinsi diserang demam
berdarah. Ada 16.500 orang yang diserang dengan korban meninggal mendekati
anggka 500 jiwa, terbanyak terjadi di Jakarta terutama bulan April 1998.
Bulan-bulan malapetaka beruntun datang, pemerintah tanpa tidak berdaya untuk
berbuat sesuatu yang menentramkan masyrakat. Keadaan ini yang menyungut api
pergerakan mahasiswa untuk menriakan reformasi di Indonesia.
Gerakan
reformasi 1998 di Indonesia tidak terlepas dari kepeloporan mahasiswa dan kaum
intelektual terdidik. Gerakan mereka diawali dari gerakan-gerakan keprihatinan
yang menempatkannya sebagai gerakan moral di kampus-kampus. Tradisi mahasiswa
berunjuk rasa dengan mimbar bebas di kampus-kampus, ternyata disambut secara
positif oleh segenap elemen sivitas akademika di dalamnya. Suara mahasiswa
semakin nyaring hingga berhasil mentranformasikan gerakannya dalam kerangka
student movement ke social movement. Gerakan mahasiswa berhasil membangun opini
strategis dan menjadi milik masyarakat secara luas yang mendambakan terciptanya
reformasi di Indonesia. Mahasiswa merupakan kelompok elit terdidik, yang
tingkat partisipasinya dibandingkan dengan seluruh komposisi penduduk mencapai
10,6 % persen pada trahun 1995 (data BPS 1996). Dari sini tampak, walaupun
secara kuantitatif mereka tergolong kecil, namun ternyata secara kualitatif
mampu menjadi lokomotif bagi kesadaran semua pihak untuk melancarkan tuntutan
reformasi.dalam fase-fase sejarahnya, mahasiswa Indonesia memang diakui
memiliki kepeloporan bagi gerak maju sejarah, yakni perubahan bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar